Banyak orang bilang perpecahan umat Islam lebih banyak disebabkan perbedaan dalam masalah furu’iyah atau cabang yang lebih kita kenal dengan masalah atau istilah ,Fiqih. Apa benar ? walau tidak seluruhnya benar namun juga tidak terlalu salah tergantung siapa yang berbeda pendapat itu, bila perbedaan itu ada pada orang berilimu tentu menjadi khazanah atau bagian dari kekayaan intlektual muslim, namun bila perbedaan pendapat itu ada pada golongan awam maka yang kerap terjadi menimbulkan perpecahan dan permusuhan lebih lebih bila kawamannya berbarengan dgn tidak dipunyainya sikaf arif dan toleran atau saling menghargai.
Sumber perbedaan
Sebagaimana yang kita tahu perbedaan itu sebagian besar ada pada masalah furu’iyah yang bersumber dari pemahaman yang ia peroleh, yang terkadang dengan taqlid dari ustadz yg menjadi idolanya,. Pengalaman mengajar dari majlis taklim ke majlis taklim telah dapat banyak memberikan pengalaman , tentang terjadinya beda pendapat yg berujung pada perpecahan pada orang kebanyakan.
1. Tidak utuhnya majlis taklim atau seorang ustadz dalam mengajarkan suatu bab pada pelajaarannya. Contoh kecil doa iftitah yang ada beberapa fersi namun hanya diajarkan satu saja. Hingga sang murid saat mendengar ada yg lain bacannya menganggap salah.
2. Pengajian bersifat jiping atau ngaji kuping yakni mendengar saja tanpa menulis, hal ini menjadi sebab tidak terabadikannya materi yg di sampaikan ,pada bisa menjadi referensi pada saat lupa.
3. Jamaah tidak kuntinyu dlm mendatangi majlis hingga ilmu yg diperolehnya tidak utuh.
4. Guru berganti ganti dan tak ada relefansinya antara materi yang lalu dgn yang setelahnya .
5. Tidak adanya silabus yang jelas yang bisa mengarahkan jamaah , atau menjadi acuan disiplin ilmu yang mana yg lebih dahulu akan di dalami.
6. Sang guru atau ustadz cenderung hanya mengarahkan kepada satu Madzhab tanpa memberikan ruang yang berarti bagi pendapat yang lain.
7. Sikap panatisme buta dan kebodohan dari yang bersangkutan.
Lalu pertanyaannya bolehkan kita berbeda ? ,.bila yang berbeda bukan masalah yang prinsip dan bukan asal beda seperti dalam masalah furu’iyah itu ndiperbolehkan sebagaimana perbedaan Abu Bakar dengan beberapa sahabat dalam penerapan masalah Zakat, atau Sayyidina Usman dalam menempatkan kerabatnya pada beberapa posisi di pemerintahan yang di tentang oleh sahabat yang lain, selama argumentasinya mempunyai dasar yang kuat bersumber dari al-Qur,an dan Sunnah tentunya itu diperbolehkan dengan tetap menjaga harmonisasi sesama Muslim, karena kebenaran yang mutlak dan absolute hanyalah milik Allah.
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.(QS 3;103)
Berbeda pendapat tentunya tidak asal berbeda, tanpa acuan dan dasar argumentasi yang jelas, tapi berbeda pendapat yang akan ditemukannya kebenaran sejati, karena prinsip kebenaran ialah. “bila ada dua kebenaran mengklaim keduanya benar, maka ada dua kemungkinan , hanya satu yang benar atau keduanya salah. Namun Allah tidak akan menyiakan usaha ijtihad hambaNYa dalam mencari kebenaran itulah sebabnya Ijtihad itu bila salah satu pahala dan bila benar dua pahala , dan sekali lagi tentunya dengan dasar ilmu.
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS 17;36)
Maka perdalam pengetauan kita tentang Islam, ada sebuah pameo mengatakan “ seseorang berbuat dan berbicara tergantung kadar ilmunya” wallahu a’lam.
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan kesan anda di sini