Sabtu, 27 November 2010

Langkanya habitat Satwa

Saat admin masih kecil sampai dengan tahun 90 an , baik ketika masih tinggal di kampung maupun sudah merantau ke Jakarta yang susah di hilangkan dalam hal hobby ialah mancing dan berburu burung, Cuma untuk memancing dapat dilakukan di jakarta itu mungkin sebabnya menemui titik bosan, adapun berburu baik dengan senapan maupun dengan katapel sampai saat ini sulit di hilangkan.


Tapi sejak tahun 90an ke atas berburu menjadi tidak menyenangkan lagi saat mudik, penyebabnya bukan karena di larang atau bosan tapi karena nyaris punahnya habitat satwa yang dulu banyak di kampung halaman tercinta, mana itu burung-burung yang dulu banyak beterbangan di sekitar rumah, kutilang, jalak suren, jalak kebo, tekukur, parkit bunga, kepodang, jalak bali dan lain-lain, saat pagi menjelang matahari terbit (saat mudik) sulit untuk mendengar kicauan kutilang, saat matahari mulai Dhuha tak terdengar suara jalak bali, jalak suren, jalak kebo , saat siang tak terdengar suara burung puter, komantera dan perkutut, juga saat sore tak lagi terdengar suara burung kepodang, sepi, mana suasana pedesaan yang dulu saat kecil amat terasa, kini berganti deru motor dan mobil.

Nyaris punahnya satwa liar, baik burung maupun biawak bahkan komodo tak lepas dari pemburu liar yang rakus, mereka berburu bukan sekedar hobby tapi menjadikannya sbagai mata pencaharian, tanpoa memikirkan dampak ke depannya, karena satwa liar boleh jadi akan menjadi chiri khas bahkan khusus suatu wilayah.

Sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi, andai saja ada kebijakan yang dikeluarkan oleh pemda setidak-tidaknya kepala desa , karena sepengetahuan admin perburuan liar yang tanpa kendali bukan dilakukan oleh penduduk asli Giligenting melainkan pemburu dari luar pulau yang dengan seenaknya mengangkut satwa liar dari pulau Gili dengan jumlah ratusan ekor setiap kali angkut (hal ini sering dijumpai oleh kawan kawan saat mereka di kampung), dan lebih parahnya lagi tak sepersenpun pendapatan yang di peroleh desa dari kegiatan liar tersebut.

Untuk selanjutnya, mewakili para perantau baik yang ada di jakarta maupun jawa tengah dan di tempat yang lain kami berharap agar ke depannya nanti hal ini tak perlu terjadi, harus ada kebijakan tegas berupa "PERDES (peraturan desa) untuk pemburu liar apalagi yang sengaja datang ke pulau gili untuk keperluan tersebut, agar suasana desa yang kini tak asri lagi kembali seperti dulu, toh masih ada kesempatan .
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas

0 komentar:

Posting Komentar

:a   :b   :c   :d   :e   :f   :g   :h   :i   :j   :k   :l   :m   :n   :o   :p   :q   :r   :s   :t

Tinggalkan kesan anda di sini