Banyaknya urbanisasi yang dilakukan warga giligenting ke Jakarta boleh jadi penyebab utamanya adalah susahnya mencari mata pencaharian di kampung halaman, apalagi melihat suksesnya para perantau ketika mereka pulang ke kampung halaman.
Kegigihan selain adanya modal serta skil (kemampuan) dalam sebuah usaha menjadi mutlak adanya, karena persaingan dalam usaha kini semakin ketat, baik saingan sesama warga giligenting sendiri yang mencari dan mendapatkan lokasi yang berdekatan dengan tempat usaha kita maupun dengan menjamurnya mini Market.
Lalu bagaimana dengan mata pencaharian yang ada di kampung halaman ?
Tidak benar bila ada yang mengatakan “tidak akan hidup bila hanya hidup di kampung, pendapat ini tidak bisa disalahkan namun juga tidak bisa dibenarkan, karena banyak juga warga yang tetap bertahan hidup di kampung baik bekerja sebagai petani, tukang, beternak,pedagang, guru maupun nelayan bahkan ada perantau lain yang mencari nafkah di kampung kita .
Bila kita cermati secara arif, mayoritas warga ingin mendapatkan uang secara instan dari hasil usahanya saat itu juga, ini yang menjadikan mereka mencari pekerjaan yang bersifat mudah dan langsung merasakan hasilnya, hal inilah yang membuat warga enggan beternak dan bercocok tanam, selain sulitnya air karena daerah Madura jarang turun hujan kalau bukan musim barat, padahal lahan yang tersedia untuk pertanian untuk bercocok tanam sangat luas bukan hanya itu beberapa pesisir pantai juga bisa dibuat semacam empang untuk industri pembuatan garam, atau pengembangbiakan ikan bandeng, hal ini terbukti ketika dinas pertanian membagikan bibit pohon mangga secara gratis hanya sedikit warga yang mau menanam selebihnya hanya digeletakkan begitu saja, bahkan ada yang menjadi makanan kambing atau sapi.
Sebenarnya banyak yang bisa dilakukan oleh warga yang memilih menetap di kampung halaman bila didukung oleh infra struktur yang memadai seperti penerangan yang hidup 24 jam , adanya waduk yang bisa mengairi ladang pada saat musim kemarau, tersedianya lobang penjualan dari hasil pertanian dan peternakan dengan adanya koperasi, karena yang kita ketahui selama ini yang menjadi kendala penjualan di samping masalah transportasi juga para tengkulak yang menekan harga sedemikian murah seperti yang terjadi pada petani rumput laut.
Mungkin untuk saat ini yang tidak begitu menemui kendala dalam pemasaran adalah para nelayan, yang kalau kita dengar ternyata sebagian mereka bukan penduduk asli Giligenting , melainkan perantau yang menikahi gadis pulau Giligenting. Adapun petani melon walaupun sudah mempunyai calon pembeli yang siap menampung berapapun banyaknya, juga menghadapi sulitnya air terutama pada musim kemarau, karena semakin besar melon maka semakin banyak debit air yg dibutuhkan.
Kini para penduduk yang menetap mengharap adanya kebijakan dari kepala daerah yang berpihak pada mereka dengan membentuk adanya koperasi yang mewadahi seluruh peternak, petani dan nelayan dengan cara menyediakan bibit dan mencari pembeli serta adanya pinjaman modal.
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan kesan anda di sini