Saat mengikuti penataran tentang Leadersif atau ke peminpinan,. Sang tutor selalu menekankan akan pentingnya sebuah system dalam sebuah organisasi.
Beliau mengibaratkan system atau aturan dalam sebuah organisasi laksana cetakan, adapun figur yang ada di dalamnya laksana sesuatu yang mau tidak mau harus mengikuti bentuk cetakan itu, beliau memberi contoh dengan menuangkan air dari teko ke gelas, sambil mengatakan “ lihatlah !.air ini pada saat ada di teko dia mengikuti bentuk teko, tapi ketika saya tuangkan ke gelas maka bentuknya mengikuti bentuk gelas.
Begitu penting sebuah system sampai kami masing masing peserta di wajibkan untuk menyusun sebuah aturan atau AD & ART yang nantinya akan menjadi aturan atau tata tertib dalam sebuah organisasi
Lalu bagaimana dengan pengalaman ketika terjun langsung di lapangan , atau aktif dalam sebuah organisasi ?
Saat penulis aktif dalam organisasi mulai dari karang taruna, remaja Masjid sampai di Ikrisma ternyata tak sepenuhnya apa yang di sampaikan sang tutor saat seminar semuanya benar, dari organisasi yang penulis aktif dan ikut di dalamnya bisa di katakan semuanya mempunya tatib (tata tertib) yang cukup baik bahkan bisa di katakan di susun secara profesional, namun kenyataannya banyak hal baik yang berkenaan dgn hak, kewajiban maupun sangsi , tidak berjalan secara efektif, bahkan banyak pelanggaran yang diselesaikan di luar prosedur tatib, dgn dalih menjaga harmonisasi antar anggota maupun pengurus, yang pada akhirnya banyak pasal yang menjadi fleksibel.
Dengan pengalaman di lapangan ternyata “system penting namun tidak kalah penting dengan figur atau personal yang terlibat di dalamnya, mungkin itulah yang kita kenal dengan istilah kredibilitas (tidak cacat secara moral) samping kapabilitas atau kemampuan dalam mengelola sebuah organisasi, apalagi system itu juga di buat oleh manusia, maka boleh jadi system bukan sepeti gelas, namun seperti air, yang harus mengikuti bentuk atau kehendak pengelolanya .
Namun system tentunya juga tidak boleh terlalu kaku, karena ada hal lain yang harus menjadi bahan pertimbangan, yakni situasi darurat, yang dalam istilah fiqih, di sebutkan “ad daruratu tu bihul mahdurah (kondisi darurat membolehkan sesuatu yang tidak boleh).
Akan tetapi figuritas, akan berakibat buruk manakala terpusat pada sosok tunggal, atau yang lebih parah berupa kultus individu, maka jika itu yang terjadi kehancuran sebuah organisasi hanya menunggu waktu, saat sang figur pergi .
Oleh karena itulah kaderisasi dalam sebuah organisasi adalah mutlak, agar estafet kepemimpinan dan organisasi tetap dapat berjalan sebagaimana tatib yang telah di sepakati.
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan kesan anda di sini